oleh: Yamadipati
Seno
Desa
Munduk berada di ketinggian 781 mdpl. Udara dingin menjadi salah satu teman
akrab di desa yang berada di Bali Utara ini. Jalan yang menanjak, lagi
berkelok-kelok menjadi alur yang mesti dilalui untuk mencapai Desa Munduk. Dua
danau, Tamblingan dan Bulian yang berdampingin seperti menyapa semua manusia
yang memasuki kawasan Munduk.
Begitu
memasuki batas desa, hamparan hutan cengkeh menyapa mata. Di beberapa titik,
nampak juga pepohonan kopi yang terawat dengan baik. Lanskap bentang alam dan
Gunung Batukaru, gunung tertinggi kedua di Bali, seperti mengurung desa ini,
mengirimkan angin segar khas pegunungan. Di sisi utara, ketika matahari
terbenam, nampak Laut Jawa yang berkilau.
Waktu
berjalan dengan cepat di desa ini. Mengenal Munduk, adalah usaha mengail
ingatan-ingatan yang terpecah.
Tak
ada catatan resmi perihal permukiman pertama di Munduk. Salah satu catatan yang
menjadi acuan adalah prasati yang terbuat dari perunggu, yang ditemukan di tepi
Danau Tamblingan. Disebutkan dalam prasasti tersebut bahwa dahulu terdapat
kerajaan kecil di terletak di puncak pegunungan, di atas Danau Tamblingan.
Kerajaan tersebut dinamakan Dalem Tamblingan.
Menurut
penuturan Nengah Eka, mantan Bendesa (Kepala Adat) Desa Munduk, orang-orang
Gobleg yang pertama kali menghuni. Gobleg adalah salah satu nama desa di
samping Desa Munduk. Saat ini, keduanya tergabung dalam sistem catur desa, yang
terdiri dari Munduk, Gobleg, Gesing, dan Umujero.
Kerajaan
Dalem Tamblingan berkuasa sekitar 2000 tahun lalu. Menurut dongeng setempat,
pernah terjadi letusan besar yang membentuk tiga danau di sekitar Munduk. Saat
itu, Gunung Lesung meletus dengan dahsyat. Bekas letusan menjadi tiga danau,
yaitu Beratan, Bulian, dan yang paling kecil disebut Tamblingan.
Jika
Bulian dan Tamblingan masih masuk ke dalam Desa Munduk, maka Danau Beratan
masuk ke wilayah Tabanan.
Ketika Belanda Berkuasa
Tahun
1849, daerah Bali Utara jatuh ke tangan Belanda. Selanjutnya, tahun 1906
setelah Perang Puputan berakhir, daerah Bali Selatan berhasil diduduki Belanda.
Kejatuhan kedua kutub Pulau Dewata ini menandakan kekuasaan penuh Belanda atas
Bali.
Banyak
orang Belanda, terutama personil non-militer yang mengunjungi, sekaligus
tinggal di kawasan Munduk. Mereka membangun rumah dengan tujuan rekreasi.
Hingga saat ini, masih bisa ditemui bekas rumah dengan arsitektur Belanda.
Namun
sayang, warga sekitar sudah merobohkan sebagian besar bangunan Belanda ketika
Operasi Trikora diluncurkan oleh Presiden Soekarno. Komang Bagiarta, sesepuh
desa mengungkapkan bahwa rasa cinta tanah air dan kemarahan yang dipendam
membuat banyak warga yang mengungkapkannya dengan merusak rumah-rumah Belanda.
Saat
ini, Desa Munduk tengah berusaha merestorasi bangunan yang sempat dirusak itu.
Salah satu bangunan yang sudah berdiri adalah Puri Sunny. Bangunan yang
difungsikan sebagai penginapan ini dibangun kembali dengan artsitektur seperti
aslinya. Sebuah cara untuk mempertahankan ingatan lama, sekaligus bisa
difungsikan untuk menarik wisatawan, ungkap Bagiarta kemudian.
Selama
masa pendudukan Belanda, ada banyak seniman yang belajar kesenian Barat di
Singaraja. Di antaranya adalah Nyoman Sunu, Ketut Sugatra, Ketut Supatra, dan
Putu Wita. Sementara itu, seniman yang bertahan di Desa Munduk juga terus
berkarya. Mereka adalah Wayan Genjong, Nengah Putra, dan Putu Togog. Generasi
selanjutnya muncul seniman besar dalam diri Made Terip.
Saat
itu, kesenian tradisional berkembang pesat dan menjadi daya tarik yang besar.
Kesenian seperti Gambuh Arja, Gong Kebyar, dan Legong menjadi salah satu ciri
khas Desa Munduk.
Masa
pendudukan Belanda juga membawa berkah tersendiri bagi Desa Munduk. Tepatnya
tahun 1870, Belanda memperkenalkan kopi arabika, dan selanjutnya, tahun 1915,
kopi robusta mulai digalakkan untuk ditanam.
Alhasil,
antara tahun 1900 hingga 1960, Desa Muncuk mencapai masa keemasannya. Berkat
komoditas kopi, Desa Munduk menjadi salah satu desa terkaya di Bali.
Ngurah Rai dibuka
Pada
tahun 1974, bandara internasional di Denpasar resmi dibuka. Bandara tersebut
dinamakan Ngurah Rai, dan kehadirannya sangat berpengaruh kepada situasi di
Bali Utara, tepatnya Desa Munduk.
Keberadaan
bandara, otomatis, berdampak kepada lonjakan turis, baik lokal maupun
internasional. Hotel dan penginapan dibangun secara masif di Bali Selatan.
Akibatnya, industri pariwisata di Denpasar dan sekitarnya membutuhkan banyak
tenaga. Maka, banyak anak-anak muda dari Desa Munduk yang “merantau” ke
Selatan.
Terjadi
ketidakseimbangan antara luasnya lahan pertanian dengan tenaga kerja. Untuk
mengatasinya, Desa Munduk mulai menggerakkan roda pariwisatanya, terutama
dengan tetap mempertahankan ciri agraris desa ini. Meski napas modernitas sudah
terasa di Munduk, corak tradisi dan hijaunya alam tetap dipertahankan.
Perpaduan
yang selaras menjadi salah satu pegangan utama Desa Munduk untuk menyambut masa
depan. Sejarah panjang, masa kejayaan yang berasal dari kebun, hingga latar
modern dalam wujud berbagai tempat peristirahatan adalah warna Desa Munduk saat
ini.
Alamat Desa Munduk
Alamat Desa Munduk sendiri lokasinya berada
terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Buleleng, Provinsi Bali, Indonesia.
Lokasinya berjarak sekitar 72 kilometer dari
kawasan Tempat
Wisata di Denpasar, dan bisa ditempuh dengan waktu berkendara sekitar 2 jam
dari kawasan Tempat
Wisata di Kabupaten Badung yang terkenal,
Sementara dari kawasan Tempat
Wisata di Kabupaten Karangsem berjarak sekitar 45 KM, dari Tempat
Wisata di Kabupaten Gianyar berjarak sekitar 47 KM.
Lalu berapa jarak dan waktu tempuh menuju Desa
Munduk di Banjar Buleleng ini dari kawasan Wisata
Kintamani, Bedugul
Bali, Tempat
Wisata di Ubud dan tempat wisata lainnya ?
nah di bawah ini kang dian akan bagikan petunjuk
jalan lengkap dengan rute jalan menuju ke objek wisata desa munduk di buleleng
bali.
Peta Lokasi Desa Munduk
Scan Peta Dasar Pendataan PBB
Penghasil Kopi, Teh dan Cengkeh
Lokasi Desa Munduk berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan air laut.
berada di dataran tinggi pegunungan, menjadikan
hawa dingin dengan kisaran suhu 20 – 25 derajat celcius selalu menyelimuti desa
wisata yang berada di Bali Utara ini.
Rute jalanan yang menanjak dan berkelok-kelok
menyusuri lereng pegunungan menjadi alur yang wajib dilewati untuk mencapai Desa
Munduk.
Suguhan pemandangan alam indah dua danau yang
berdampingan di desa munduk, yaitu Tamblingan dan Bulian seperti menjadi ucapan
selamat datang bagi pengunjung yang ke sana.
Saat memasuki batas desa, hamparan perkebunan
cengkeh langsung menyambut tatapan mata, bahkan di beberapa titik, tampak
terlihat juga tanaman kopi dan teh yang hijau memanjakan mata,
bahkan jika saat musim panen tiba, kita pun bisa
melihat para warga desa munduk yang tengah memanen hasil perkebunan kopi, teh
dan cengkah di sini.
Lanscape hamparan alam dengan background Gunung
Batukaru ( gunung tertinggi kedua di Bali ) tampak seperti membentengi desa ini
dan mengirimkan angin segar yang menyejukan khas pegunungan.
Dan jika kita coba palingkan wajah ke sisi utara,
maka kita pun akan bisa menyaksikan keindahan laut jawa yang berkilau di salah
satu Tempat
melihat Sunset di Bali ini.
Rute PerjalananNgiring Ngewedang Restaurant