Gunung Agung merupakan salah satu gunung aktif yang paling eksplosif di
Indonesia, melebihi Gunung Merapi di Yogyakarta dan Gunung Sinabung di Sumatera
Utara. Dari segi tinggi, ketinggian puncak Gunung Agung adalah 3.142 meter di
atas permukaan laut.
Sayangnya, sebagai salah satu gunung paling eksplosif di Indonesia, Gunung
Agung tidak memiliki catatan detail terkait dengan letusannya. Catatan awal
tentang letusan Gunung Agung yang terekam adalah di tahun 1808.
Sebelumnya, Gunung Agung pernah meletus beberapa kali. Di tahun 1808, 1821,
1843, 1963 (terakhir dan paling dahsyat). Pada tahun 1808, Gunung Agung
meletus, melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah yang begitu banyak. Uap
dan abu vulkanik pun terjadi. Keaktifan Gunung Agung berlanjut hingga tahun
1821. Kala itu, Gunung Agung kembali erupsi. Letusannya dinilai tak sedahsyat
letusan di tahun 1808.
Setelah 22 tahun tertidur, Gunung Agung kembali meletus pada tahun 1843.
Letusan Gunung Agung kala itu dimulai dengan sejumlah gempa bumi, muntahan abu
vulkanik, pasir, serta batu apung. Selepas tahun ini, Gunung Agung kembali
tertidur selama ratusan tahun.
Hingga akhirnya, Gunung Agung kembali aktif setelah hiatus selama 120
tahun. Letusan terjadi pada 54 tahun lalu, tepatnya tanggal 17 Maret 1963
dengan begitu dahsyatnya--bahkan menjadi salah satu letusan terbesar di
abad-20. Dalam peristiwa letusan ini, sekitar 1.400 orang meninggal dan hampir
300 orang terluka.
Gunung Agung menjadi salah satu gunung yang disakralkan. Berbagai tradisi
dan upacara kerap dilaksanakan untuk menghormati gunung tertinggi di Bali
tersebut. Bahkan, jika ingin melakukan pendakian, pendaki diimbau untuk
menggunakan jasa pemandu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti tersesat atau hilang dalam perjalanan.
Berbagai mitos pun sering terdengar di telinga masyarakat sekitar dan
pendakinya. Salah satunya adalah larangan untuk membawa logistik yang berbahan
dasar daging sapi. Mitos ini terkait dengan aturan dalam kepercayaan Hindu yang
menghormati sapi sebagai lambang ibu pertiwi yang menjamin kesejahteraan
manusia.
Tak hanya terkait mitos larangan membawa makanan berbahan dasar sapi, mitos
pun terdengar terkait dengan sumber air yang ada di Gunung Agung. Pengambilan
air hanya boleh dilakukan setelah berdoa secara khusus. Aturan ini berlaku bagi
siapapun.
Sementara, jika gunung ini akan meletus, pemimpin agama dan masyarakat
setempat melihat akan adanya tanda niskala (gaib) yang mengawali proses
erupsinya Gunung Agung, yakni bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi.
Terlepas dari berbagai alasan mistisnya, seluruh aturan yang dibuat tentu
harus dipatuhi untuk keselamatan diri pendaki dan menghormati kebudayaan
setempat.
Terkait dengan meningkatnya aktivitas Gunung Agung saat ini, tidak
diperbolehkan adanya kegiatan pendakian dan masyarakat diimbau untuk mengungsi
di luar radius 12 kilometer dari titik puncak gunung dan selalu siap siaga bila
Gunung Agung erupsi.
Sejumlah warga di Bali masih mengingat
saat-saat dunia mereka berubah, seiring meletusnya Gunung Agung, pada tahun
1963.
Berikut ini adalah foto-foto di berbagai
pelosok bali, khususnya yang direkam pada 1 April 1963, hampir dua pekan
setelah letusan besar, pada 17 Maret 1963.
Berbagai pertanda sudah muncul sejak
awal, sebelum kemudian terdengar dentuman keras pada 18 Februari 1963, diikuti
kepulan asap yang membumbung dari puncak Gunung Agung.
Lahar mulai mengair keluar pada 24
Februari. Namun baru pada 17 Maret 1963, Gunung Aung meletus dengan hebat.
Bali tiba-tiba gelap dan seluruh kawasan
tertutup abu.
"Malam (seolah) terjadi dua kali,
jam dua sudah gelap tak keliatan apa-apa. Gelap gulita, anak-anak
dipulangkan," cerita Ida Peranda Kania.
Letusan itu memuntahkan lahar dan
bebatuan hingga 8-10 km ke udara.
Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika,
baru lulus Sekolah Rakyat (setaraf SD) saat letusan dan ikut merasakan gelap.
"Tiba tiba seluruh Bali gelap, saya
di Buleleng (sekitar 110 kilometer dari Besakih, yang terletak di kaki Gunung
Agung) ikut gelap," kata Mangku Pastika kepada para wartawan Senin
(25/09).
Nyoman Adi Wiryatama - ketua DPRD Bali-
yang saat itu berusia delapan tahun juga mengenang gelapnya kondisi saat itu.
"Hujan pasir tambah deras...
Dibilang dunia mau kiamat, selesailah dunia ini, cerita orang tua," kata
Adi kepada BBC Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
menyatakan letusan terakhir pada tahun 1963 itu selain menelan korban lebih
dari 1.500 orang, juga menyebabkan materi vulkanik terbang lebih dari 14.000
kilometer. Disebutkan, suhu Bumi pun turun 0,4 derajat Celcius.
Sebelum 1963, Gunung Agung tercatat
pernah meletus pada 1808, 1821, dan 1843 dengan tiga periode letusan yang
bersifat eksplosif, yang ditandai lontaran batuan pijar, lava, dan hujan.
Gunung Agung Meletus Tahun 2018
KARANGASEM- Dalam 12 jam terkahir Gunung Agung kembali meletus 2 kali pada Selasa (29/5/2018). Berdasarkan data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi pertama Gunung Agung meletus dan menyeburkan abu vulkanis mencapai 500 meter dari puncak gunung yang berada di daerah Karangsem tersebut.
Hal itu berdasarkan pengamatan pada pukul 00.00 hingga 06.00 WITA tadi pagi. Di mana secara visual ada asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas sedang dan tinggi 500 meter di atas puncak kawah.
Sumber :
https://kumparan.com/@kumparannews/sejarah-letusan-gunung-agung-dari-masa-ke-masa
https://kumparan.com/@kumparannews/sejarah-letusan-gunung-agung-dari-masa-ke-masa
https://news.okezone.com/read/2018/05/29/340/1904092/gunung-agung-meletus-dua-kali-abu-vulkanis- mencapai-500-meter