1. MERAJAN
/ SANGGAH
Sang Bhuta Bhucari.
2. DI
HALAMAN / NATAH RUMAH
Menghaturkan Segehan Manca Warna 9
(Sembilan) tanding dengan olahan Ayam Brumbun, disertai tetabuhan tuak, arak,
berem dan air yang didapatkan dari desa
setempat, dihaturkan kehadapan
Sang Bhuta Raja dan Sang
Kala Raja.
3. DI
JABA / LEBUH (Depan Rumah Masuk
Halaman Rumah)
Menghatur upakara sebagai berikut :
Ø Segehan Cacahan 108
(seratus delapan) tanding dengan ulam jejoran matah dilengkapi dengan Segehan
Agung serta tetabuhan tuak, arak, berem, air tawar dari desa setempat,
dihaturkan kehadapan
Sang Bhuta Bala dan Sang
Kala Bala.
Ø Semua
Segehan tersebut dihaturkan dibawah pada saat “Sandi Kala” (sekitar jam 18.30
Wita).
Ø Disanggah
cucuk dihaturkan Peras Daksina Kelanan.
4.
SEMUA ANGGOTA KELUARGA (kecuali yang
belum meketus)
Mebiyakala
dan Meprayascita di halaman rumah masing-masing. Setelah itu dilanjutkan dengan
Pengrupukan (mabuu-buu) berkeliling di rumah masing-masing dengan sarana api
(obor), bunyi-bunyian (kulkul bamboo atau yang lain), bawang, mesui dan jangu.
D. NGERUPUK.
Akhir
dari pelaksanaan UPACARA KESANGA terutama di tingkat Desa, Banjar dan Rumah
Tangga adalah dengan melaksanakan upacara Mabuu-buu atau lebih dikenal dengan
Ngerupuk. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat Ngerupuk antara lain :
1. Ngerupuk agar dilaksanakan dengan hikmat, tertib dan
aman sesuai dengan nilai-nilai kesucian keagamaan serta dipimpin oleh
Bendesa/Klian Adat dan Perbekel setempat, sedangkan untuk ditingkat rumah
tangga dipimpin oleh kepala keluarga
2. Sarana
pokok Ngerepak berupa api [obor], barang, mesui, dan bunyi-bunyian/tangguran
beleganjuran. Ngerupuk dilaksanakan
Nyatur Desa [keliling desa banjar/ rumah sekitar demi terpeliharanya suasana
khimat, tertib dan keamanan bersama]
3. Apabila
masyarakat membuat ogoh-ogoh hendaknya bersifat etis, estetis, dan
pelaksanaannya merupakan tanggung jawab
Desa Pakraman, banjar, dan lingkungan masing-masing.